Judul : Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan
link : Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan
Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan
NAMROLE - BERITA MALUKU. Pemuda Buru Selatan (Bursel) minta sebutan atau stigma "orang belakang" kepada masyarakat komunitas adat di Buru Selatan dihilangkan. Stigma tersebut dinilai diskriminasi kepada mereka.
Hal ini terkait dengan judul berita pada media ini yakni, "Bupati Bursel Bebaskan Retribusi Kepada "Orang Belakang" di Pasar Barasehe, terbitan, Sabtu 01 Februari 2020 kemarin.
"Sangat disayangkan Judul Berita ini. "ORANG BELAKANG" ataukah sebutan ini keluar dari unsur pemda? Maka secara tidak langsung pemda justru mendiskreditkan rakyatnya. Bisakah STIGMA ini dihilangkan?," kata Juvenew Seleky, mengomentari judul berita di atas melalui akun facebook, Sabtu (1/2/2020).
Menurutnya, sebagai orang Buru, dirinya sedikit tidak terima soal judulnya.
Dikatakan, karena kata (orang belakang) punya arti yang bisa ditanggapi beda oleh siapa saja.
"Ok om, sebagai orang Buru, beta cuma sedikit seng trima saja soal judulnya Om. Karna kata itu punya arti yg bisa ditanggapi beda oleh sapa saja. Siap Om," ujar Seleky.
Seleky kepada media ini melaui pesan masanger menyampaikan bahwa, isi berita tentang hal ini sudah ia baca. Dan pada prinsipnya ia mengapresiasi dan mendukung kebijakan dari Bupati melalui Sekertaris daerah dalam hal ini Pemda Kabupaten Buru Selatan.
"Pada prinsipnya, beta juga sangat mengapresiasi dan mendukung kebijakan Pak Bupati melalui Pak Sekda, yang adalah representasi pemerintah daerah. Yang jadi persoalan hanya pada sebutan itu, yang sebenarnya bukan hal baru (dalam judul berita) tetapi sudah sejak lama ada sehingga secara tidak langsung menciptakan stigma atau pandangan diskriminatif bahwa orang belakang adalah orang-orang bodoh, tertinggal, kampungan dan sebagainya," tutur Seleky.
Menurut Seleky, mengapa sebutan dan stigma ini muncul? Itu karena lambatnya pengembangan sumber daya manusia di daerah ini. Lambatnya pengembangan SDM tadi disebabkan beberapa faktor, seperti penanganan oleh pemerintah (universal), bisa karena faktor sosial, atau bisa juga karena faktor ekonomi.
"Terakhir harapan beta agar semua kita menghilangkan stigma ini dengan tidak lagi menyebut kata itu tetapi juga peran semua pihak baik melalui program-progran pemerintah maupun pihak lainnya untuk pengembangan SDM daerah ini," harapnya.
Tidak hanya Seleky, salah satu putra daerah lainnya yakni Randy Filadelfia Tomanussa dalam komentarnya beranggapan "orang belakang" itu diskriminasi.
"Orang belakang kata itu sepertinya mendiskriminasi om ee," kata Tomanussa.
Namun ada yang menilai positif kebijakan Bupati karena perduli kepada rakyatnya, khususnya kepada masyarakat komunitas adat yang ada di Buru Selatan. Bahkan kebijakan Bupati Buru Selatan ini patut ditiruh.
Sebelumnya diberitakan, Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa memberikan kebebasan kepada masyarakat "belakang" berjualan di Pasar Barasehe yang dikelolah oleh Dinas Koperasi dan UKM. Selain bebas berjualan, mereka juga bebas dari tagihan retribusi. Tidak hanya itu saja, Bupati juga menyiapkan kendaraan kepada mereka secara gratis untuk datang berjualan dan pulang usai berjualan.
Hal itu disampaikan oleh Sekertaris Daerah Iskandar Walla saat bertemu dengan sejumlah masyarakat belakang di pasar Kai Wait.
"Nanti mobil jemput dan antar untuk pulang, setiap hari pasar. Untuk basudara kita yang dari belakang, tidak ada pungutan retribusi. Tidak boleh ada bayar apapun. Bapak Bupati perintahkan Sekda dan Sekda perintahkan tidak ada pembayaran retribusi," tandas Sekda, Jumat sore (31/1).
Ketegasan Sekda tersebut dihadapan Ketua Koperasi Barasehe Maks Lesnussa, Plt Kadis Koperasi UKM, Kadis Perhubungan, Kasat Pol.Pp saat meninjau Pasar Barasehe yang di kelola oleh Dinas Koperasi dan UKM.
Sekda menegaskan, kepada masyarakat belakang yang berjualan di pasar ini bebas pembayaran retribusi. Jika ada petugas yang pungut biaya retribusi laporkan kepada dirinya.
"Mereka ini tidak boleh ada yang pungut retribusi. Kalau ada yang tagih retribus, laporkan ke saya," tandas Sekda.
Tambah Sekda, pasar Barasehe yang dikelolah oleh Dinas Koperasi dan pasar Kai Wait akan ditata secara baik sehingga seluruh masyarakat dapat berjualan dengan nyaman.
"Semua orang boleh berjualan di pasar, tidak boleh ada larangan. Dan pasar akan ditata secara baik agar pedagang dan pembeli rasa nyaman," ujar Walla.
Pantauan media ini, Sekda usai berbincang dengan pedagang dari Komunitas Orang Belakang, ia meninjau Kantor Koperasi.
Melihat kondisi lingkungan kantor, Sekda memerintahkan Ketua Koperasi agar memperhatikan dan menangani persoalan limbah agar air tidak tergenang dan menyebabkan bau busuk.
Usai dari disitu, Sekda kembali menemui pedagang dari Orang Belakang dan membeli dagangan mereka, pisang, keladi dan sayur. (AZMI)
Hal ini terkait dengan judul berita pada media ini yakni, "Bupati Bursel Bebaskan Retribusi Kepada "Orang Belakang" di Pasar Barasehe, terbitan, Sabtu 01 Februari 2020 kemarin.
"Sangat disayangkan Judul Berita ini. "ORANG BELAKANG" ataukah sebutan ini keluar dari unsur pemda? Maka secara tidak langsung pemda justru mendiskreditkan rakyatnya. Bisakah STIGMA ini dihilangkan?," kata Juvenew Seleky, mengomentari judul berita di atas melalui akun facebook, Sabtu (1/2/2020).
Menurutnya, sebagai orang Buru, dirinya sedikit tidak terima soal judulnya.
Dikatakan, karena kata (orang belakang) punya arti yang bisa ditanggapi beda oleh siapa saja.
"Ok om, sebagai orang Buru, beta cuma sedikit seng trima saja soal judulnya Om. Karna kata itu punya arti yg bisa ditanggapi beda oleh sapa saja. Siap Om," ujar Seleky.
Seleky kepada media ini melaui pesan masanger menyampaikan bahwa, isi berita tentang hal ini sudah ia baca. Dan pada prinsipnya ia mengapresiasi dan mendukung kebijakan dari Bupati melalui Sekertaris daerah dalam hal ini Pemda Kabupaten Buru Selatan.
"Pada prinsipnya, beta juga sangat mengapresiasi dan mendukung kebijakan Pak Bupati melalui Pak Sekda, yang adalah representasi pemerintah daerah. Yang jadi persoalan hanya pada sebutan itu, yang sebenarnya bukan hal baru (dalam judul berita) tetapi sudah sejak lama ada sehingga secara tidak langsung menciptakan stigma atau pandangan diskriminatif bahwa orang belakang adalah orang-orang bodoh, tertinggal, kampungan dan sebagainya," tutur Seleky.
Menurut Seleky, mengapa sebutan dan stigma ini muncul? Itu karena lambatnya pengembangan sumber daya manusia di daerah ini. Lambatnya pengembangan SDM tadi disebabkan beberapa faktor, seperti penanganan oleh pemerintah (universal), bisa karena faktor sosial, atau bisa juga karena faktor ekonomi.
"Terakhir harapan beta agar semua kita menghilangkan stigma ini dengan tidak lagi menyebut kata itu tetapi juga peran semua pihak baik melalui program-progran pemerintah maupun pihak lainnya untuk pengembangan SDM daerah ini," harapnya.
Tidak hanya Seleky, salah satu putra daerah lainnya yakni Randy Filadelfia Tomanussa dalam komentarnya beranggapan "orang belakang" itu diskriminasi.
"Orang belakang kata itu sepertinya mendiskriminasi om ee," kata Tomanussa.
Namun ada yang menilai positif kebijakan Bupati karena perduli kepada rakyatnya, khususnya kepada masyarakat komunitas adat yang ada di Buru Selatan. Bahkan kebijakan Bupati Buru Selatan ini patut ditiruh.
Sebelumnya diberitakan, Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa memberikan kebebasan kepada masyarakat "belakang" berjualan di Pasar Barasehe yang dikelolah oleh Dinas Koperasi dan UKM. Selain bebas berjualan, mereka juga bebas dari tagihan retribusi. Tidak hanya itu saja, Bupati juga menyiapkan kendaraan kepada mereka secara gratis untuk datang berjualan dan pulang usai berjualan.
Hal itu disampaikan oleh Sekertaris Daerah Iskandar Walla saat bertemu dengan sejumlah masyarakat belakang di pasar Kai Wait.
"Nanti mobil jemput dan antar untuk pulang, setiap hari pasar. Untuk basudara kita yang dari belakang, tidak ada pungutan retribusi. Tidak boleh ada bayar apapun. Bapak Bupati perintahkan Sekda dan Sekda perintahkan tidak ada pembayaran retribusi," tandas Sekda, Jumat sore (31/1).
Ketegasan Sekda tersebut dihadapan Ketua Koperasi Barasehe Maks Lesnussa, Plt Kadis Koperasi UKM, Kadis Perhubungan, Kasat Pol.Pp saat meninjau Pasar Barasehe yang di kelola oleh Dinas Koperasi dan UKM.
Sekda menegaskan, kepada masyarakat belakang yang berjualan di pasar ini bebas pembayaran retribusi. Jika ada petugas yang pungut biaya retribusi laporkan kepada dirinya.
"Mereka ini tidak boleh ada yang pungut retribusi. Kalau ada yang tagih retribus, laporkan ke saya," tandas Sekda.
Tambah Sekda, pasar Barasehe yang dikelolah oleh Dinas Koperasi dan pasar Kai Wait akan ditata secara baik sehingga seluruh masyarakat dapat berjualan dengan nyaman.
"Semua orang boleh berjualan di pasar, tidak boleh ada larangan. Dan pasar akan ditata secara baik agar pedagang dan pembeli rasa nyaman," ujar Walla.
Pantauan media ini, Sekda usai berbincang dengan pedagang dari Komunitas Orang Belakang, ia meninjau Kantor Koperasi.
Melihat kondisi lingkungan kantor, Sekda memerintahkan Ketua Koperasi agar memperhatikan dan menangani persoalan limbah agar air tidak tergenang dan menyebabkan bau busuk.
Usai dari disitu, Sekda kembali menemui pedagang dari Orang Belakang dan membeli dagangan mereka, pisang, keladi dan sayur. (AZMI)
Demikianlah Artikel Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan
Sekianlah artikel Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Pemuda Bursel Minta Stigma "Orang Belakang" Dihilangkan dengan alamat link https://takberitai.blogspot.com/2020/02/pemuda-bursel-minta-stigma-orang.html