Judul : Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO
link : Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO
Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO
Kerjasama Operasi atau yang biasanya disebut Joint Operation dalam pengadaan barang/jasa bisa lebih dari 2 perusahaan yang melangsungkan usaha atau proyek infrastruktur pemerintah. Mengenai syarat KSO, dasar hukum dan tata caranya akan dijelaskan di bawah ini.
Secara garis besar, terdapat 2 (dua) jenis KSO, yaitu KSO yang terpisah dari anggotanya dan KSO yang tidak terpisah dari anggotanya. KSO yang terpisah dari anggotanya sering disebut sebagai KSO Administratif, artinya administrasi usaha sepenuhnya dilakukan atas nama KSO, mulai dari pengajuan tender PBJ, penandatanganan kontrak kerja hingga penagihan hasil kerja atau penerbitan invoice.
KSO yang kedua sering disebut sebagai KSO Non Administratif. Kontrak kerja dilakukan atas nama masing-masing anggota KSO dan tanggungjawab kerja ada pada masing-masing anggota KSO. Atau dengan kata lain, dalam hal ini KSO hanya ditujukan sebagai alat koordinasi para anggotanya saja.
KSO Administratif
Sebagai entitas yang terpisah dari anggotanya, KSO Administratif harus memiliki NPWP sendiri. Adapun untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak), KSO harus mengisi formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak yang telah diisi dan menandatanganinya. Tidak hanya mengisi dan menandatangani formulir yang sesuai, dokumen-dokumen di bawah ini juga wajib dilampirkan pada formulir pendaftaran NPWP KSO:
- Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai KSO;
- Fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota KSO;
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang (sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing), dari salah seorang pengurus KSO.
Karena KSO Administratif merupakan entitas yang berbeda dari para anggotanya, maka setiap penyerahan barang atau jasa anggota kepada KSO -ataupun sebaliknya- dapat memiliki implikasi perpajakan. Dengan demikian jika KSO telah memiliki NPWP dan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), KSO wajib:
- Memotong pajak atas pembayaran yang menjadi Objek Pemotongan PPh kepada anggota KSO, ataupun sebaliknya; dan
- Memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada anggota KSO, ataupun sebaliknya.
Seiring dengan kepemilikan NPWP, KSO Administratif harus menyelenggarakan pembukuan sendiri yang terpisah dari para anggotanya, dimana pembukuan tersebut pada dasarnya adalah sama dengan pembukuan perusahaan-perusahaan lain.
KSO Non Administratif
Karena tidak menjadi entitas usaha yang terpisah dari anggotanya, KSO Non Administratif tidak perlu didaftarkan untuk memiliki NPWP. Dan karena tidak menjadi entitas yang berbeda dari para anggotanya, tidak ada aspek perpajakan atas setiap penyerahan barang dan/atau jasa dari anggota KSO ke KSO ataupun sebaliknya.
Mengingat KSO Non Administratif bukan entitas usaha yang berdiri sendiri, KSO Non Administratif dapat mengabaikan penyelenggaraan pembukuan yang khusus bagi KSO. Pembukuan dapat dicatat oleh masing-masing anggota KSO. Namun akan lebih baik jika pembukuan khusus untuk KSO MBA tetap diselenggarakan, antara lain agar:
- Masing-masing anggota KSO dapat mengetahui jumlah dan jenis kontribusi yang diberikan terhadap KSO;
- Masing-masing anggota KSO dapat mempertanggungjawabkan keuntungan yang diperoleh dari KSO, begitupun sebaliknya; dan
- Masing-masing anggota KSO dapat menilai kinerja bisnis MBA.
Kemitraan Kerjasama Operasi (KSO) dalam Pengadaan Barang/Jasa
KSO sendiri didasarkan atas waktu kerjasama (by time), sehingga masa berakhirnya KSO adalah setelah masa kerjasama yang disepakati berakhir. Perpres 54/2010 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Perpres 70/2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 19 huruf f mengemukakan bahwa dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut.
Kemitraan kerjasama operasi ini juga merupakan salah satu penerapan kebijakan dasar pengadaan barang/jasa yaitu pembinaan usaha kecil. Hal ini dapat ditemukan pada pasal 100 ayat (5) Pembinaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil meliputi upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kemitraan antara usaha non-kecil dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil di lingkungan instansinya.
Di dalam pengadaan barang/jasa, rekanan/penyedia yang menjadi anggota kemitraan (KSO) harus mengisi formulir isian kualifikasi sesuai dengan kualifikasi usahanya. Khusus untuk pekerjaan konstruksi dan sebagian jasa lainnya yang bernilai di atas Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah), maka lead firm dari suatu kemitraan harus memiliki Kemampuan Dasar (KD) yang cukup sesuai dengan sub bidang pekerjaan yang dikompetisikan (Lampiran Bab III/V bagian B.1.g.3) g)), untuk keseluruhan nilai pekerjaan (Pasal 20 ayat (4)).
Meskipun demikian pemenuhan persyaratan sumber daya manusia (tenaga ahli), modal, peralatan, dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa dapat dipenuhi oleh seluruh anggota kemitraan sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Perjanjian kerjasama untuk Penyedia yang melakukan kemitraan (KSO) disampaikan dalam dokumen penawaran (Lampiran Bab III/V bagian B.1.d.2) e)). Dengan demikian calon peserta lelang tidak harus mendaftar bersama-sama sebagai KSO pada saat pendaftaran.
Penyedia jasa pekerjaan konstruksi diharuskan memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank pemerintah/swasta untuk mengikuti pengadaan pekerjaan konstruksi dengan nilai paling kurang 10% (sepuluh perseratus) dari nilai paket baik usaha kecil maupun non kecil (Lampiran III bagian B.1.g.3) j)), sedangkan untuk penyedia jasa yang menggunakan skema KSO, maka dukungan keuangan disampaikan oleh masing-masing anggota kemitraan sesuai dengan besaran nilai pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Ketentuan mengenai porsi (persentase) pekerjaan lead firm dan member firm KSO tidak diatur dalam Perpres No.54 tahun 2010.
Dalam hal terdapat pekerjaan subkontrak atau Kerjasama Operasi (KSO), maka data yang dicantumkan dalam Formulir Isian Kualifikasi harus disertai dengan kontrak yang ditandatangani oleh para pihak (penyedia dan pemberi pekerjaan). Jika pekerjaan tersebut tidak didukung oleh kontrak dan/atau bukti pembayaran pajak dari pekerjaan tersebut, maka data tersebut dinyatakan tidak sah. Penyedia dimaksud dinyatakan tidak memenuhi persyaratan kualifikasi (gugur).
Apabila terdapat peserta yang mendaftar dengan skema KSO, maka masing-masing anggota KSO harus memenuhi semua persyaratan kualifikasi sesuai dengan porsi tanggung jawabnya. Namun persyaratan KD harus dipenuhi oleh lead firm saja untuk keseluruhan nilai pekerjaan.
Penyedia untuk Pekerjaan jasa konsultansi harus memiliki kemampuan pada sub bidang pekerjaan yang dikompetisikan. Dengan demikian lead firm beserta anggota untuk pekerjaan jasa konsultasi yang menggunakan skema KSO harus memiliki kemampuan pada masing-masing sub bidang pekerjaan sesuai dengan porsi tanggung jawabnya kelak. Bilamana tidak sesuai, maka peserta (KSO) tersebut dinyatakan gugur kualifikasi.
Susunan kemitraan (JO) disampaikan selambat-lambatnya sebelum batas akhir pemasukan penawaran (untuk pascakualifikasi), dan batas akhir pengembalian dokumen kualifikasi untuk prakualifikasi.
Dalam hal penyedia barang melakukan kemitraan, perjanjian yang mengatur kemitraan tersebut (Perjanjian kemitraan) yang memuat antara lain tanggung jawab para pihak, persentase kemitraan, dan pemimpin kemitraan (lead firm), harus sudah disepakati dan dibuat sebelum pemasukan penawaran.
Jika merujuk kepada Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tidak ditemukan ketentuan mengenai kerjasama operasi, dimana Penyedia menyediakan 100% anggaran yang dibutuhkan dan kemudian K/L/D/I memberikan kompensasi dengan persentase tertentu kepada Penyedia. Semua instansi pemerintah (K/L/D/I) harus mengiktui ketentuan Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 untuk proses pengadaan belanja barang/jasa di unit kerjanya, termasuk BLU. Mengingat kekayaan BLU belum dipisahkan dari kekayaan negara.
Surat Perjanjian kemitraan/Kerja Sama Operasi harus dibuat di atas kertas segel.
Dalam hal penyedia melakukan kemitraan (KSO), maka perjanjian yang mengatur kemitraan tersebut (Perjanjian kemitraan) harus disampaikan dalam dokumen administrasi pada saat pemasukan penawaran. Dokumen tersebut memuat antara lain kesepakatan yang mengatur tanggung jawab para pihak, persentase kemitraan, dan pemimpin kemitraan (lead firm). Pendaftaran dapat dilakukan oleh masing-masing anggota kemitraan.
Demikianlah Artikel Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO
Sekianlah artikel Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Syarat, Tata Cara dan Dasar Hukum Kemitraan KSO dengan alamat link https://takberitai.blogspot.com/2017/11/syarat-tata-cara-dan-dasar-hukum.html